UNSUR UNSUR LITURGI GEREJA
I.
Pengertian Unsur-unsur Liturgi
1. Votum
Adalah
keterangan hikmat untuk mengkonstratir kehadiran Tuhan Allah ditengah-tengah
umatNya. Votum juga diartikan sebagai janji yang hikmat. Janji dari Kristus
bahwa dimana ada dua tiga orang berkumpul dalam namaNya . ia akan hadir
ditengah-tenganh mereka. Oleh votum pertemuan jemaat di cap jadi ibadah, ibadah
kepada Tuhan. ia hadir bersama-sama dengan jemaat. Votum harus diucapkan
pelayan segera setelah memasuki ruang ibadah karena dalam votum terletak
amanat, kuasa(exousia) Allah. Segala sesuatu yang menyusul berlangsung dalam
namaNya. Oleh karena itu sama sekalii tidak ada gunanya untuk mengucapkan votum
setelah bagian-bagian lain berlangsung. Ia harus diucapkan pada awal kebaktian,
hanya nyanyian masuk saja yang boleh mendahuluinya.
Yang memateraikan/menahbiskan setiap ibadah ialah jika ibadah
itu dimulaidi dalam nama atau demi nama Allah Tritunggal : “Demi
nama Allah Bapa, dan Nama AnakNya Tuhan Yesus Kristus, dan Nama Roh Kudus,
khalik langit dan bumi, Amin!” Ini
adalah suatu pernyataan atau ungkapan iman Kristen yang mendasari ibadah atau
sebagai pernyataan akan dasar ibadah. Karena itu, hal ini harus dinyatakan
seluruh peserta
ibadah dengan penuh khidmad, sekalipun yang menyampaikan adalah Liturgos atau
pemimpin ibadah. Pada saat ini liturgos adalah “alat atau mulut” yang dipakai
Allah menyapah umatNya dengan “menaruh perkataan-perkataanNya” di mulut sang
liturgos tsb. (bnd. Yeremia 1:9).
2. Introitus
Introitus adalah jalan masuk bagi
jemaat untuk memasuki ibadah yang telah ditahbiskankan dalam nama Allah
Tritunggal sebagai dasar konstruksi ibadah yang telah dinyatakan melalui Votum. Karena Introitus adalah jalan
masuk ke dalam satu persekutuan kudus dengan Tuhan Yesus, maka yang membuka
jalan hanyalah Dia, yang kepadaNya kita hendak bersekutu. Itulah sebabnya,
Introitus selalu diambil atau didasarkan pada Firman Tuhan. Karena
sesungguhnya, Tuhan Yesus sendiri-lah yang membuka jalan masuk bagi jemaatNya
dalam setiap ibadah.
Sebagai rasa sukacita jemaat atas
kemurahan Tuhan yang telah memenerimanya masuk ke dalam persekutuan, maka
setelah pembacaan Introitus, jemaat menyambut dengan menyanyikan “Haleluya,
Haleluya, Haleluya”. (bahasa Ibrani, berarti : Pujilah Tuhan). Nyanyian haleluya ini
menumbuhkan sikap memuji Tuhan dari segenap hati, yang tidak akan pernah
berkesudahan.
3. Epistel
Epistel,
berasal dari bahasa Yunani; “Epistello” (surat perintah) dan “
epistole” ( surat). Di Gereja GKPI yang dipakai adalah epistole atau surat. Sebuah surat pada
dasarnya adalah dibaca dan didengar. Itulah sebabnya,epistel adalah pembacaan Firman Tuhan untuk
didengarkan. Tujuan epistel (Firman Tuhan yang dibacakan) adalah untuk
membimbing jemaat memahami khotbah yang hendak disampaikan
pada ibadah. Gereja pertama membaca Alkitab, baik
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru untuk menunjukkan kesatuan kedua kitab
itu kepada jemaat. Kebiasaan ini sampai sekarang masih dipertahankan
oleh gereja-gereja Protestan di banyak tempat, termasuk GKPI.
4. Pengakuan
Dosa
Setiap
manusia yang beribadah adalah orang berdosa. Di dalam ibadah ia akan mengalami
suatu anugerah pengampunan dosa, setelah ia mengakui dosanya. Pengampunan dosa
akan diikuti oleh petunjuk hidup yang baru, agar umat hidup sesuai dengan
firman dan kehendak Tuhan, dan tidak melakukan dosa yang sama itu lagi.
Pengakuan dosa berarti manusia merendahkan diri di hadapan hadirat Allah yang
kudus, lalu memohonkan anugerah dan Allah memberi perintah yang baru untuk
dilakukan. Kesempatan
kepada setiap warga berdoa dalam hati dengan maksud agar pada kesempatan itulah
Pribadi lepas Pribadi dengan Jujur mengaku dan berdoa memohon pengampunan Dosa
yang dilakukannya. Liturgis tentu saja tidak mengetahui dosa setiap jemaat,
karena itu jemaatlah yang harus mengakuinya kepada Tuhan seperti ada tertulis
dalam Mazmur 32:5 “Dosaku kuberitahukan kepadaMu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan;
aku berkata:”Aku akan mengaku kepada Tuhan pelanggaran-pelanggaranku,” dan
Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku”.
5. Hukum
Tuhan
Setelah
pengakuan dosa , pemberitaan anugerah dan yang selanjutnya adalah hukum Tuhan
yaitu dasa firman. Yang dianggap sebagai petunjuk hidup baru sebaagai cerminan
untuk kita bertindak atau berbuat. Setelah
kita mengaku segala dosa dan kejahatan kita dan memohon pengampunan kepada
Allah maka Dia-pun memberi pengampunan dan keselamatan umatNya.Keselamatan itu
tidak otomatis akan kita miliki selamanya, bisa saja hilang oleh
pelanggaran-pelanggaran kita kemudian. Karena
itu Keselamatan itu harus
dijaga dan dipelihara serta “dikerjakan” selagi kita masih hidup di dunia (baca: Filipi 2:12). Tuhan itu Mahabaik
dan Mahakasih. Dia tidak membiarkan umatNya berjalan sendiri dalam menjaga,
memelihara dan mengerjakan keselamatan itu. Dengan penuh kasih dan kesetiaan
Dia memberi HUKUM TUHAN atau pun FIRMANNYA sebagai PETUNJUK HIDUP BARU kepada
kita. Sesuai Agenda GKPI, Petunjuk Hidup Baru ini, diambil dari kesepuluh Hukum
Tuhan dan penjelasannya sampai pada kesimpulannya atau dari Firman Tuhan
sebagai pengganti Hukum TUHAN.
6. Pengakuan
Iman
Pengakuan
Iman atau “Credo” adalah pernyataan dan ikrar
setiap orang percaya tentang kebenaran kepercayaan yang diimaninya.
Masing-masing agama mempunyai pengakuan iman yang menyatakan siapa, dan
bagaimana Tuhan yang dipercaya dan disembahnya. Gereja di sepanjang sejarah
telah merumuskan beberapa pengakuan iman dan awalnya pengakuan iman Gereja singkat
saja; “
Yesus Kristus adalah Kirye/Tuhan”, mirip dengan Thomas yang
sangat sulit untuk percaya, tapi menjadi orang pertama menyatakan
kepercayaannya kepada Yesus dengan mengatakan; ”Ya, Tuhanku dan Allahku” (Baca
Yoh. 20: 24-29).
Makna dari pengakuan iman ini,
adalah untuk “meng-iya-kan dan
meng-amin-kan dengan iman” (iman yang melampaui akal, ilmuh
pengetahuan dan logika) apa yang dikerjakanNya pada masa lalu, sekarang dan
yang akan datang didasarkan pada Alkitab yang berbicara tentang Allah : Bapa, Yesus
Kristus dan Roh Kudus.
Pengakuan iman, di samping “ikrar”
dari setiap orang percaya kepada Allah Tritunggal, juga merupakan intisari dari
pengajaran Alkitab dan pengajaran Gereja. Dengan pengakuan iman terhadap Allah
Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus, bukan berarti Allah itu ada tiga oknum.
Tuhan itu tetap “esa” atau satu (baca Ul.6:4; Markus 12: 29 & 32; 1
Tim. 1: 17; 1 Tim. 2: 5).Itulah rahasia Allah yang terdalam dalam kehidupan
kita orang-orang percaya. Karena demikian dalam dan tingginya rahasia Allah
dalam menyatakan diriNya kepada kita, dan tidak seorang pun manusia dapat
memahami secara sempurna, (baca Roma 11:33-35) itulah sebabnya dalam ibadah
setiap Minggu selalu diajak untuk menyatakan atau berikrar tentang iman percaya
(credo) dengan berdiri sambil menundukkan kepala di hadirat Allah Mahakudus.
7. Warta
Jemaat
Warta Jemaat adalah satu-satunya sarana “pewartaan” yang sah di
dalam Jemaat dan berisikan pemberitahuan/pewartaan terhadap segala sesuatu
aktivitas pelayanan yang telah dilakukan dan yang sedang rencanakan. Warta
jemaat selalu bersifat “otentik” dan “mengikat”. Artinya, semua yang
diwartakan haruslah dapat dipertanggungjawabkan kepada warga jemaat, terlebih
kepada Tuhan Yesus pemilik Gereja itu. Sebaliknya, warga jemaat juga harus turut
bertanggungjawab penuh terhadap segala sesuatu yang direncanakan dalam
pelayanan Gereja, karena pada
hakikatnya semua kita, tanpa kecuali, adalah“pelayan-pelayan” di Gereja Tuhan.
8. Khotbah
Firman Allah yang ditafsirkan inilah yang disebut Homilia (khotbah).
Memberitakan Firman adalahmengumumkan
keselamatan dan hukuman, yang berlangsung di sini dan kini dalam
menuntun umatNya menjalani kehidupan yang kudus untuk menerima Mahkota Kehidupan Kekal di dalam
KERAJAAN SORGA.
Pada waktu pemberitaan Firman kedengaran suatu bunyi yang
nyaring di dalam hati anggota-anggota jemaat. Allah hadir, Allah
ada di tengah-tengah kita. Saat ini berlangsung suatu Teofani (pengungkapan) rohani yang penuh
berkat di dalam kemuliaanNya. Di sini berlangsung apa yang tidak berlangsung di
tempat lain: Malaikat Tuhan turun, seorang utusan berdiri di tengah-tengah umat
diterangi oleh terang Sorgawi, dan Ia membuat mujizat di dalam hti orang-orang
yang putus asa, yaitu bahwa mereka disebut anak-anak Allah pewaris Kerajaan
Sorga.Maka Gereja yang hidup adalah Gereja yang memberitakan Firman Tuhan untuk
membangun dirinya; bertumbuh dan bekerja memuliakan Allah di dalam jemaat dan
di dalam dunia, sehingga jemaat dipersiapkan mengambil bagian dalam Sakramen:
Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.
9. Doa
Syafaat
Syafaat berasal
dari bahasa Ibrani Syofet berarti pengantara.
Doa syafaat berarti doa umum oleh pengantara yang mendoakan missi gereja, warga
jemaat, pemerintah dan orang-orang yang belum percaya (baca, I Timotius 2:1-2).
Setiap orang percaya dapat menjadi pengantara doa yang menaikkan doa syafaat sesuai
pokok-pokok doa yang ditentukan. Warga
jemaat yang hadir harus sepakat
mengaminkan di dalam hati masing-masing terhadap
setiap pokok-pokok doa yang dinaikkan pengantara doa.
10. Persembahan
Pengajaran Alkitab mengenai “memberi” merupakan penyataan
Allah sendiri. Karena Tuhan Allah telah “memberi” AnakNya
yang Tunggal menjadi “korban
persembahan penebus dosa” semua umat manusia. Oleh karena itu
persembahan jemaat merupakan suatu kurban berdasarkan atas kurban Kristus. Alkitab
mencatat, Kain dan Habel adalah manusia pertama
kali memberi persembahan kepada Allah. Bahwa Tuhan Allah “menerima” persembahan
Habel, dan “menolak” persembahan
Kain (baca Kej. 4: 1-5) adalah peringatan bagi kita bahwa Allah tidak
sembarangan menerimana persembahan. Dia Hanya menerima persembahan yang terbaik dan
dipersembahkan dengan hati yang tulus ikhlas sebagai ungkapan rasa
syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yesus sebagai sumber
segala berkat (band. K.J. 289:8)
Sebab siapakah kita sehingga dapat memberi kepada Tuhan? Persembahan yang kita
berikan haruslah persembahan yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu dengan
sebaik-baiknya (seperti Habel), tidak secara asal-asalan saja (seperti Kain).
Persembahan
pada mulanya berupa innatura (hasil bumi dan ternak). Sejak abad ke-11 diganti
dengan persembahan uang. Persembahan ini dipakai untuk biaya penyelenggaraan
ibadah, kesejahteraan para pelayan penuh dan diakonia; pemeliharaan janda-janda
miskin, yatim-piatu (baca , Imamat
14: 28-29)
11. Doa
persembahan
Tujuan doa persembahan ini adalah untuk menyampaikan
persembahan kita kepada Tuhan dan supaya Dia menguduskannya. Penyerahan di
dalam doa adalahungkapan ketulusan-ikhlasan hati yang memberi persembahan. Di samping itu kita memohon agar Tuhan
senantiasa membuka hati kita dengan Roh KudusNya, agar kita senantiasa mengucapkan “terimakasih” kepada Tuhan Mahamemberi.
12. Nyanyian
Persembahan
Nyanyian persembahan, merupakan kurban syukur, yaitu ucapan bibir yang memuliakan
namaNya yang melengkapi
persembahan materi (baca, Ibrani 13 : 15-16). Kurban syukur
ucapan bibir ini bermakna bahwa kita mempersembahkan jiwa, pikiran dan waktu
menjadi milik Tuhan yang dikuduskan, sehingga jiwa dan pemikiran kita setiap
waktu dalam kehidupan sehari-hari tetap
terpelihara dalam kekudusan. Sebab TUHAN ALLAH berfirman “Kuduslah kamu
bagiKu, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisah kamu dari
bangsa-bangsa lain supaya kamu menjadi milik-Ku ! (Imamat 20 : 26).
13. Doa
Penutup
Disebut doa penutup, karena doa ini
adalah doa terakhir dalam ibadah dan tidak boleh lagi ada doa yang lain. Itulah
sebabnya yang menjadi doa penutup dalam setiap ibadah adalah doa yang diajarkan
Tuhan Yesus kepada murid-muridNya, yakni “Doa Bapa Kami”.
Agar lebih memahami mengapa kita
harus berdoa dengan doa yang diajarkan Tuhan Yesus, kita harus kembali memahami
arti dan makna keseluruhan unsur-unsur liturgi yang telah diuraikan secara
jelas sekalipun singkat di atas. Bahwa
seluruh unsur-unsur liturgi direkat dalam satu kesatuan persekutuan jemaat yang
terwujud di dalam menaikkan dan mengaminkan secara bersama “Doa Bapa Kami”.
Ketika menaikkan “Doa Bapa Kami”, berarti kita secara bersama :
- Memuji
Allah disorga dan memberi tempat baginya berkuasa di bumi.
- Memohon
belas-kasihan Allah untuk memelihara hidup jasmani kita.
- Mengaku
sebagai orang berdosa sekaligus memohon pengampunanNya.
14.
Doxology
Doxology
berasal dari kata “Doxa” atau “glory atau pujian” dan “Logia” atau
“kata-kata”. Jadi, doxology adalah pujian dan penyembahan atas
kehadiran Allah dalam ibadah yang memberi kasih
karuniaNya. Doxology juga sering diartikan
sebagai “himne” atau
nyanyian singkat yang dinyanyikan jemaat Kristen dan merupakan formula
ungkapan
pujian kepada Tuhan.
Doxology
di GKPI adalah nyanyian “Karena Engkau yang empunya Kerajaan, dan Kekuasaan dan Kemuliaan,
sampai selama-lamanya, amin..!
15. Berkat
Sejak semula, Allah telah memberi berkat kepada manusia yang
diciptakanNya itu. Bukankah manusia diciptakan setelah segala sesuatu telah
tersedia dan tertata dengan
baik? Belum lagi berkat khusus kepada Abram (Abraham) sebagaimana terekam
dengan sempurna dalam Kejadian 12:1-9. Juga,
Tuhan berfirman kepada Musa, agar ia memberitahukan kepada Harun dan
anak-anaknya agar mereka memberkati orang Israel demikian; “TUHAN memberkati engkau dan melindungi
engaku; TUHAN menyinari engkau dengan wajahNya dan memberi engkau kasih
karunia; TUHAN menghadapkan wajahNya kepadamu dan memberi engkau damai
sejahtera” –Bil. 6: 24-26-. Itulah juga ungkapan berkat TUHAN yang
sampai kepada kita setiap mengikuti ibadah Minggu di Gereja Tuhan ini. Apa
makna yang sesungguhnya dari berkat itu? Tuhan Allah memberi jawabannya! Maka nama TUHAN “terletak” di dalam kehidupan kita (baca Bil. 6: 27).
II.
Arti Tiap Nyanyian Pada Posisi
masing-masing
Ibadah selalu diawali dengan
Nyanyian Pujian. Nyanyian pujian adalah suatu ungkapan pengagungan,
penyembahan, pengudusan, pengharapan, pengakuan, penyesalan, penyerahan diri,
doa serta keyakinan kepada Tuhan. “Pujilah Allah kita, hai kamu semua hambaNya, kamu
yang takut akan Dia, baik kecil maupun besar…” –baca Wahyu 19:5-7—“Pujilah Tuhan hai
jiwaku, pujilah namaNya yang kudus hai segenap batinku“ –Mazmur 103
: 1— kedua ayat inilah antara lain yang menjiwai setiap umat dalam menyanyikan
pujian kepada Tuhan. Melalui nyanyian pujian, kita menyatakan keyakinan bahwa
Tuhan Allah hadir untuk memimpin ibadah itu seperti termuat jelas dalam Kidung
Jemaat No. 18 “Allah
Hadir Bagi Kita”. Dalam setiap menyanyikan kidung pujian kepada
Tuhan, haruslah
dari dalam hati dan jiwa yang penuh sukacita dan dalam
pemujian yang benar baik dan penuh hormat. Pemandu kidung dan Pemusik Gereja
sangat diharapkan dapat memandu sidang jemaat agar selalu bernyanyi dengan benar dan baik dan
penuh dengan nyala emosi penyembahan dan pemujian kepada Tuhan Yesus.
Nyanyian-nyanyian dalam tata ibadah
merupakan respon atau jawabanjemaat
yang berisi ucapan syukur, permohonan, pengharapan sertapengakuan, dsb -- yang
dinyanyikan -- terhadap Tuhan Allah yang berbicara kepada kita melalui pelayan
liturgi dalam urutan-urutan tata ibadah.
Selain
itu makna teologis music liturgy dan nyanyian pujian dalam ibadah/kebaktian,
adalah hubungan antara nyanyian dan pemberitaan firman. Untuk itu text nyanyian
itu menjadi unsur yang sangat penting. Hal yang prinsip dalam pemberitaan
Firman Allah melalui teks nyanyian terlihat dalam tiga hal:Pertama, isi
text itu terutama merupakan garis vertical yang dari atas ke bawah. Umat
membutuhkan Firman yang memberi hidup itu, dan itu datang dari pihak
Allah. Kedua, serentak
dengan itu, nyanyian itu juga merupakan garis vertical dari bawah ke atas,
yaitu ucapan syukur serta pujian umat kepada Allah. Ketiga,jemaat
melayani sesamanya melalui nyanyian itu.
III.
Arti Duduk dan Berdiri
Dalam ibadah Israel kuno -- bahkan
berlanjut sampai sekarang dalam agama Yahudi dan “agama lain” -- sikap menyembah dan
menghormati Tuhan Allah dinyatakan dengan ‘sujud sampai ke tanah’. Perilaku sujud sampai ke tanah, di mana
kening (kepala) -- bagian tubuh paling terhormat-- harus benar-benar menyentuh
tanah. Hal ini bermakna ‘merendahkan diri serendah-rendahnya’ yang merupakan
ungkapan pengakuan “bahwa aku, manusia, adalah berasal dari debuh tanah, karena
itu di hadapan Tuhan Allah Yang Mahakudus dan Mahaagung aku sama seperti tanah
yang terkutuk” (baca Kej.3:17, Kel.34:8, I Taw.16:29, Maz.95:6,
Yer.7:2, Yes.27:13). Jadi “sikap sujud sampai ke tanah” mengandung
makna “menyembah
dan menghormati Tuhan Allah dengan merendahkan diri serendah-rendahnya”.
Perubahan perilaku ini terjadi
seiring dengan perubahan penataan ruangan ibadah. Di dalam ruangan Bait Suci
umat Israel tidak ada
kursi-kursi/bangku tempat duduk umat. Ketika beribadah umat berdiri di pelataran Bait Suci
terpisah dengan ruang kudus (tempat para imam) dan ruang mahakudus (tempat imam
besar). Pada waktu menyembah Allah saat ibadah berlangsung, umat yang berdiri
lalu sujud sampai ke tanah. Sedangkan di dalam ruangan Gereja
sekarang disediakan kursi-kursi/bangku
tempat duduk jemaat beribadah. Adanya tempat duduk inilah yang
membuat perilaku menyembah “sujud sampai ke tanah” tidak mungkin dilakukan saat
beribadah, perilaku menyembah ini berubah menjadi “berdiri dan menundukkan kepala”.
Meskipun telah terjadi perubahan
perilaku menyembah, namun harus tetap dipahami dan disadari bahwa maknanya
tidak boleh berubah, yaitu “menyembah dan menghormati Tuhan Allah dengan merendahkan diri
serendah-rendahnya” yang kita tunjukkan dengan perilaku “berdiri dan menundukkan kepala”.
Ada 5 (lima) perilaku “berdiri”
dalam liturgi ibadah Minggu GKPI, yaitu ketika : 1.Saat Teduh. 2. Votum-Introitus-Doa.
3. Pengakuan Dosa. 4. Pengakuan Iman. 5. Doa persembahan sampai selesai ibadah. Sesuai
dengan makna sujud maupun berdiri di atas, marilah dengan setulus-tulusnya,
sesadar-sadarnya dan sepenuh hati “menyembah dan menghormati Tuhan Allah dengan
merendahkan diri serendah-rendahnya” dalam perilaku/sikap “berdiri dan menundukkan kepala”.
Jangan lagi “berdiri” saat beribadah
dengan terpaksa dan anggap remeh,
sebab sesungguhnya kita berdiri di hadapan Tuhan Allah Mahakudus yang benar-benar hadir dalam
ibadah-ibadah kita. Dan proses berdiri serta duduk kembali ini diarahkan oleh
liturgis selaku pemimpin ibadah (sampai pada pengakuan iman) dan oleh
pengkhotbah ( pada doa persembahan sampai selesai ibadah), inilah yang kita
kenal dengan panggilan/seruan menyembah
dan menghormati Tuhan Allah. Dengan demikian hendaklah kita berdiri dan
duduk setelah liturgis/penghotbah mengundang kita berdiri ataupun duduk
kembali, supaya tercipta
keteraturan, sebab ibadah itu harus berjalan dengan teratur dan sopan (1 Kor
14:40).
Sangat membantu,trimakasih
ReplyDelete